Memperbaiki Citra Kopi Sumatera Selatan, Mengangkat Harga Diri

Memperbaiki Citra Kopi Sumatera Selatan, Mengangkat Harga DiriDokumentasi Coffeephile 

Oleh: Imam Wibisono, SP.

Mahasiswa Magister Pascasarjana Universitas Sriwijaya

Imam Wibisono SP

DALAM lingkup industri kopi nasional, kopi asal Sumatera Selatan acapkali dipandang sebelah mata.

Meski sempat menjadi primadona pada saat VOC berkuasa, kopi Sumatera Selatan saat ini tak punya nama.

Biji kopi yang dipanen asalan dan pasca panen yang serampangan makin memperparah citra buruk yang disematkan terhadap kualitas kopi asal bumi sriwijaya.

Anugerah sebagai produsen kopi terbesar di Indonesia tak jua lekas membuatnya digdaya.

Kualitas masih menjadi permasalahan yang utama.

Biji kopi yang dikeringkan di atas aspal dan dilindas oleh ban mobil bukanlah yang diinginkan oleh konsumen dunia.

Parahnya, mayoritas petani kopi Sumsel ‘disinyalir’ melakukannya.

Meskipun ada sebagian kecil yang telah tercerdaskan untuk memperbaiki mutunya, dampaknya telah terlanjur viral.

Stereotipe kopi aspal atau kopi karet ban menjadi julukan yang menakutkan yang menghambat perkembangan kopi asal Sumatera Selatan.

Memperbaiki citra yang terlanjur hancur bukanlah hal yang sederhana, tapi juga bukan hal yang tidak mungkin.

Selama ada keinginan untuk dapat berubah menjadi lebih baik, maka selalu ada jalan.

Penerapan prosedur Good Agriculture Practices (GAP) menjadi solusinya.

GAP adalah penerapan sistem proses produksi pertanian yang menggunakan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga produk panen aman konsumsi, kesejahteraan pekerja diperhatikan dan usaha tani memberikan keuntungan ekonomi bagi petani.

Pengolahan kopi yang baik mulai dari pemetikan hingga proses pengeringan yang ‘manusiawi’ adalah yang perlu dilakukan oleh petani kopi Sumsel agar citra kopi bumi Sriwijaya kembali jaya.

Menurut Pusat Kajian Sosial Ekonomi Kebijakan Pertanian dan Pedesaan, Litbang Kementerian Pertanian Republik Indonesia, GAP merupakan salah satu barrier yang harus ‘ditembus’ untuk dapat berkecimpung dalam perdagangan Internasional.

Dengan berpartisipasi dalam International Trading, kopi Sumsel bakal punya nama.

Seperti kopi Gayo asal Aceh yang berjaya di Amerika dan kopi Toraja yang terkenal di negeri matahari, Jepang.

Sumatera Selatan sejatinya harus berbangga, Ketua Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI) saat ini, A Syafrudin adalah putra asli Sumatera Selatan.

SCAI adalah salah satu perhimpunan pelaku kopi yang paling terpercaya dalam memberikan pengakuan terhadap kopi terbaik atau spesial yang dihasilkan di Indonesia.

SCAI memiliki interkoneksi dan standar yang sama dengan Specialty Coffee Association of America (SCAA) dalam menilai kualitas kopi.

Rekomendasi SCAI terhadap suatu daerah penghasil kopi dapat mempermudah akses produsen kopi tersebut untuk melakukan perdagangan internasional maupun mengangkat citra kopi yang diproduksinya.

Namun disayangkan sampai detik ini gelar kopi specialty belum jua tersemat pada kopi asal Sumatera Selatan.

Syafrudin menyayangkan kealpaan ini mengingat potensi kopi Sumatera Selatan yang luar biasa.

Syafrudin berharap segera muncul titik terang untuk kemajuan kopi Sumatera Selatan dimulai dari perbaikan kualitasnya.

Good News from South Sumatera harus secepatnya didendangkan, agar dunia melirik kopi Sriwijaya dan membawanya mengangkasa.

Kabar baik kopi Sumatera Selatan dimulai dari bumi Serasan Sekundang, Kabupaten Muaraenim.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, pada pertengahan tahun 2016 yang lalu sekitar bulan Mei, Kopi Robusta asal dataran tinggi Semendo, Muara Enim yang dikelola oleh Koperasi Meraje telah mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Sertifikat IG tak sembarang didapat, karena menyatakan ciri khas kopi asal Semendo yang telah memiliki kualitas dalam produknya maupun prosedur pengolahannya.

Artinya prosedur GAP telah diterapkan pada pengelolaan kopi asal Semendo.

Awal yang baik untuk mengangkat harga diri kopi negeri sendiri.

Sejatinya apa yang dilakukan oleh Koperasi Meraje dapat ditiru dan dicontoh oleh produsen kopi lainnya di Sumatera Selatan, baik secara mandiri maupun berkoperasi.

Setelah kualitas dapat ditingkatkan dan terjaga, itulah saatnya kopi Sumsel mulai dapat dikenalkan ke mata dunia.

Mengubah mainset ‘praktis’ dalam pengelolaan kopi oleh mayoritas petani adalah tugas besar para petani kopi teredukasi yang telah lebih dulu memahami arti penting GAP.

Penerapan standar pengelolaan kopi yang telah disepakati bersama akan mampu mengembalikan kepercayaan publik terhadap citra kopi Sumatera Selatan.

Selain itu, kolaborasi bersama para praktisi, akademisi, swasta, pemerintah, dan stake holder lainnya diharapkan mampu memperkaya wawasan petani selaku produsen kopi sumsel, meningkatkan harga jual, dan mengangkat harga diri serta martabat kopi asal Sumatera Selatan ke panggung perkopian dunia.

Sumber :

http://palembang.tribunnews.com/2016/11/09/memperbaiki-citra-kopi-sumatera-selatan-mengangkat-harga-diri?page=all

Published by palembanghoky

Rakyat Indonesia

Leave a comment